Seri Nilai-Nilai Utama Kemenkeu:

Memuliakan Kepemimpinan Kita dengan Melayani

Anak manusia tergantung pada induknya;

Ikan di kolam tergantung pada kedalaman airnya;

Burung di langit tergantung pada sayapnya;

Seorang pemimpin tergantung pada kepuasan mereka yang di pimpinnya.

-taken from Niti Shastra, Majapahit’s Ancient Wisdom-

 Sahabat,…

Para Leader di lingkungan Kementerian Keuangan yang amazing

Alangkah baiknya jika suatu kali, kita mau merenungkan pertanyaan ini, “Untuk apakah sebenarnya kepemimpinan yang kita sandang ini didedikasikan?”

***

Pernahkah Anda merenungkan dan mencari jawabnya?

Mudah-mudahan satu jawaban yang tersembul dari sekian kemungkinan jawaban adalah “saya dedikasikan kepemimpinan ini untuk melayani siapapun yang saya pimpin!”

Mengapa pertanyaan tadi penting untuk dicari jawabnya? Sebab, kita semua ingin menjadi orang yang mulia. Kita ingin menjadi pemimpin yang mulia dan kemuliaan dapat kita peroleh karena kita telah melayani. Ya, melayani adalah pekerjaan yang mulia. Pekerjaan yang akan memuliakan pula para pelakunya.

Siapa pun yang ingin menjadi pemimpin efektif pasti akan menampilkan karakter dirinya sebagai seorang yang cinta untuk melayani (stewardship). Menurut Stephen R. Covey, seorang steward (pelayan) adalah  orang yang terpanggil untuk secara bertanggung jawab mengurus segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya. Covey menempatkan pelayanan sebagai bagian dari karakter pemimpin yang berprinsip.

“Mosok sih, melayani terus. Dulu, waktu masih jadi bawahan kita disuruh melayani para atasan kita dengan baik. Servis excellent, katanya. Lha kok sekarang ketika sudah jadi atasan, malah disuruh melayani lagi? Kapan menikmati jabatan kita?”

Mungkin ada sekelebat pikiran seperti itu. Tapi saya yakin, itu tidak terlintas di benak sahabat sekalian.

Nilai-nilai Utama Kementerian Keuangan menuntut kita untuk, “memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman.” Sebagai bentuk perilaku utama sebagai pengejawantahan dari nilai tersebut pada butir melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan, kita dituntut untuk menghindari arogansi kekuasaan dan bersikap ramah dan santun. Perlu diingat bahwa bawahan kita adalah stakeholder primer yang perlu kita layani dengan kualitas sebagaimana dituntut oleh nilai-nilai utama tersebut.

Jika kita meyakini jabatan adalah amanah maka sesungguhnya tidak sulit untuk memahami mengapa kita harus mendedikasikan kepemimpinan kita itu untuk melayani.  Bila Rene Descartes pernah berkata, “Cogito Ergo Sum” (aku berfikir maka aku ada), sudah selayaknya seorang pemimpin berkomitmen, “Aku melayani maka aku ada!”

***

Pada masa berkecamuk perang antara Utara dan Selatan, Abraham Lincoln sering mengunjungi rumah sakit untuk memberi hiburan dan dorongan semangat kepada para prajurit yang tengah terluka.

Pada suatu kunjungan, ia melihat seorang prajurit yang sedang sekarat. Lincoln mendekatinya dan menyapa, “Apa yang bisa saya perbuat untuk meringankan sakitmu?”

Tidak kenal dengan siapa ia sedang berbicara, prajurit tersebut menjawab dengan suara lemah sembari menahan rasa sakit, “Maukah Anda menuliskan surat untuk ibu saya?”

Dengan segera Lincoln mencari kertas dan pena, kemudian dengan hati-hati menuliskan setiap kata yang didiktekan oleh prajurit tersebut. Isi suratnya seperti ini,

“Mama tersayang,…

Aku terluka parah dalam tugasku membela negara. Rasanya aku tidak bisa bertahan lagi. Mama, jika aku harus pergi, janganlah mama terlalu sedih, ku mohon. Tolong ciumkan adik John dan Mary untukku. Tuhan menyertai mama dan papa selalu…”

Dalam kondisi prajurit tersebut sangat lemah, Lincoln menandatangani sendiri surat tersebut dan menambahkan dalam isi pesan itu, PS: Written for your son by Abraham Lincoln, dan menunjukkan surat tersebut kepada si prajurit.

Kaget dengan apa yang tertulis dalam surat tersebut, si prajurit bertanya, “Sungguhkah Anda Presiden Lincoln sendiri?”  Sembari tersenyum, Lincoln menjawab, “Ya, benar. Adakah lagi yang bisa kuperbuat untukmu?”

Prajurit itu meminta, “Tolong Pak, tanganku dipegang, agar aku lebih kuat sampai akhir.”

Begitulah, Sahabat…

Abraham Lincoln meluluskan permintaan sang prajurit yang tengah sekarat. Dalam kebersamaan yang singkat, dalam sunyi senyap yang memburamkan suasana, ia terus menyemangati dan memberikan kata-kata hiburan untuk prajurit itu dan menemaninya hingga detik-detik kematian menjemput.

***

Sudah saatnya, kita jadikan sebuah tekad bahwa kepemimpinan adalah alat untuk menunjukkan  keberadaan kita. Keberadaaan yang ditunjukkan oleh seberapa besar manfaat yang telah kita tebar kepada sekeliling kita.

Apa yang kita harapkan?

Melalui model kepemimpinan yang melayani seperti ini, kita berharap mampu memotivasi pegawai melalui pendekatan yang membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan diri sendiri, dan menstimulasi kebutuhan-kebutuhan mereka yang lebih tinggi. Selain itu, kita menginginkan bawahan kita  merasakan adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap kepemimpinan kita dan termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya kita harapkan dari mereka.

Hal-hal itu saya yakin bisa kita dapatkan. Syaratnya, you should go first! Jika kita telah melayani mereka terlebih dahulu.

Sahabat,

Albert Schweitzer pernah berucap, “ Yang akan merasakan kebahagiaan sejati dari antaramu hanyalah dia yang telah berusaha, dan menemukan, bagaimana melayani.”

Mudah-mudahan, dengan penuh keyakinan kita berseru, “ We will!”.

Selamat berkarya untuk Indonesia…

Salam hangat,

Sampurna

About sampurna budi utama

Seorang yang ingin terus menjadi pembelajar dalam kehidupan. Dilahirkan di Yogyakarta, 19 Februari 1974. Saat ini bekerja sebagai Widyaiswara Madya Kementerian Keuangan dan dosen STAN Jakarta. Aktif sebagai nara sumber pelatihan/workshop terutama di bidang keuangan daerah dengan lebih dari 7.000 jam pelatihan yang dihadiri lebih dari 8.000 peserta dari kalangan eksekutif dan legislatif. Serta menjadi trainer untuk materi Leadership di lingkungan Kementerian Keuangan. Menamatkan pendidikan tingkat menengah di SMAN I Yogyakarta, meneruskan pendidikan perguruan tinggi di STAN Jakarta dan S-2 FEUI Konsentrasi Ekonomi Keuangan Negara dan Daerah. Menikahi Nur Aisyah Kustiani, Ak. M.Si dan ayah dari: Ishmah Karima Jamil, Nushayba Najmina, Aynun Ramadhani Fajriah, serta Dareen Aisha.
This entry was posted in Leadership and tagged , , . Bookmark the permalink.

2 Responses to Seri Nilai-Nilai Utama Kemenkeu:

  1. sy nani says:

    inspiratif …
    semoga yang nulis dan yang mbaca saling nunjuk diri sendiri …
    sesungguhnya setiap orang adalah pemimpin tho? ga’ usah nunggu diangkat jadi pejabat, semua posisi mewajibkan kita untuk bermoral. kalo kemudian org lain nyontoh akhlak baik kita, itu hanya dampak saja … and the best reward for us : pahalanya ngalir terus

Leave a reply to sy nani Cancel reply